Sabtu, 06 Juli 2013

Adi

            “Pa, aku bahagia. Setelah beberapa kali gagal akhirnya Tuhan mengijinkan kita menimang anak juga” ucap Ratri sambil membetulkan perban yang membalut kedua matanya.

“Iya Ma, cepat sembuh ya” jawab Anton sambil menyuapkan nasi ke mulut Ratri

“Terima kasih Pa, ingin rasanya segera melihat putra kita”

“Sabar Ma, dia sedang di ICU.

“Gimana kondisinya Pa?”

“Adi semakin membaik”

 “Adi, jadi nama bayi kita Adi Pa?”

“Iya ma, aku memberinya nama Bagus Abadi. Menurut Mama?”

“Apapun pilihan papa, mama setuju saja Pa”

“I love you ma” ucap Anton sembari mengcium punggung tangan Ratri yang penuh  jarum infus.

“I love you too Pa” balas Ratri sambil mengusap kepala Anton

***

“Bagaimana keadaan istri saya Dok, kapan boleh pulang?”

“Kesehatan istri bapak sudah membaik, besok sudah boleh pulang”

“Syukurlah. Tapi Dok kenapa tadi saat perban matanya dibuka, tidak ada reaksi terhadap cahaya senter yang diarahkan?”

“Itulah Pak yang akan saya sampaikan. Istri Bapak mengalami kebutaan karena memaksakan diri melahirkan secara normal dengan kondisi mata minus yang tinggi”

“Ya Tuhan, jadi istri saya buta? Tidak bisakah disembuhkan lagi?”

“Selama menangani kasus seperti ini, selama ini pula belum ditemukan obatnya Pak”

Anton begitu terpukul mendengar vonis tersebut, dia belum tahu bagaimana menyampaikan berita itu kepada Ratri, wanita yang sangat dia cintai melebihi apapun hingga dia rela mengorbankan apapun demi kebahagiaan istrinya.

***
“Pa, papa ya?” tanya Ratri saat mendengar pintu kamarnya berderit

“Iya Ma, maaf papa masuk tanpa mengetuk pintu”

“Ah papa...tidak apa lagi, memangnya bik Inah harus mengetuk pintu segala” jawab Ratri setengah bercanda.

Ada bulir hangat menetes dipipi Anton saat melihat senyumnya yang begitu manis, namun dia harus menatap gelap semua isi dunia.

“Jadi kalau bik Inah harus mengetuk pintu ya?” tanya Anton sambil mendekatkan bibirnya ditelinga Ratri setengah mencium mesra dan menyembunyikan sebongkah kesedihan yang dalam.

“Pa kenapa mama tidak bisa melihat? Mama ingin melihat Adi, melihat saat dia menangis. Tidak hanya mendengar dan merabanya saja.

“Guggg” serasa ada tangan raksasa yang meninju dada Anton hingga membuatnya sesak dan susah bernafas karena pertanyaan itu. Namun begitu, Anton tetap berusaha untuk bersikap tenang dihadapan istrinya.

 “Sabar ya Ma, nanti kalau obatnya sudah habis. Mama juga bisa melihat lagi”

Oek..oek..oeeek... terdengar tangisan bayi dari samping kamar mereka

“Pa, Adi menangis...aku ingin megendongnya, tolong ambilkan Adi untukku”

“Tenang saja Ma, mungkin sedang dimandikan bik Inah habis mandi biasanya tidur.

***

Hari berganti, minggu berlalu, bulan demi bulan Anton lalui dengan terus bersandiwara dihadapan Ratri tentang kebutaan dan hal lainnya. Anton tidak berani, tidak tega menyampaikan berita yang sesungguhnya karena tidak ingin membuat Ratri terpukul dan hampir gila seperti kehamilan-kehamilan sebelumnya yang selalu gagal karena rahimnya begitu lemah.

“Selamat pagi mama, saatnya mompa ASI?”

“Eh papa, mengejutkan saja, kok papa yang membantu mama mompa ASI. Bik Inah mana?

“Bik Inah sedang nyuapi Adi. Nah habis makan biasanya Adi minum ASI kan. Kali ini kata Adi mau ASI yang fresh dari mama, tidak mau yang dari frezzer hehe..”

“Ooo begitu ya, jadi Adi sudah bisa ngomong. Eh papa kok tidak kerja?”

“O iya..anak papa kan hebat. Iya ma, papa ambil cuti.

“Oh..terima kasih Pa”

“Kembali kasih mama sayang” jawab Anton sambil mulai memompa ASI istrinya bergantian dari payudara kanan dan kiri.

 “Pa, kalau memang Adi mau ASI yang fresh dari mama kenapa mama tidak pernah diijinkan untuk menyusui Adi”

“Emm...anu itu Ma, menurut dokter kalau mata mama sudah bisa melihat lagi baru boleh menyusui Adi”

“Kenapa begitu Pa?”

“Maaf Ma, papa juga tidak tahu. Pasti dokter punya alasan sendiri dan semua demi kebaikan mama dan Adi”

“Pa, mama ingin menyusui Adi, ingin merasakan hisapan bibir mungilnya”

“Baiklah, kalau itu keinginan mama”

***

“Bik Inah mana Adi?”

“Maaf Tuan, aku telah menghanyutkan mumi bayi itu dan membakar semua kaset tangisan bayi palsu.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar