Rabu, 03 April 2013

Cinta dalam Diam

Alhamdulillah telah terbit antologiku yang ke-6
Spesifikasi buku sebagai berikut :

Judul : Antara Aku dan Dia
Pengarang : Muhammad Dede Firman – Nira Kunea, dkk
Ukuran : 14 cm x 20 cm
Tebal : vi + 166 hlm
Harga : 40.000
 
SINOPSIS :


 Nea
Ya. Aku menyukainya. Lelaki yang bernama Andy itu. Bukan karena dia tampan, ataupun kaya, tetapi lebih kepada chemistry yang aku rasakan ketika aku berada di dekatnya. Seharusnya, dia tahu kalau aku menyukainya.
Lewat pertanda yang kuberikan padanya.
Caraku menatapnya. Caraku berbicara padanya.
Memang, aku sering bersikap lain kepada orang yang aku suka. Bukan jaim, tapi sepertinya memang lebih kepada salting. Jantungku bisa tiba-tiba berdebar keras sekali saat berada di sampingnya. Ada rasa yang bergelenyar hangat di dalam hati. Rasa yang membuatku nyaman.
Namun, ada satu hal yang belakangan baru aku sadari. Dia ternyata masih memanggilku kakak.

 ***

 Andy
Kakak.
Entah mengapa, ada yang sedikit janggal dengan kata itu. Mungkin, aku menganggapnya begitu karena aku terlalu ingin menambahkan embel-embel ‘sayang’ di belakangnya.
Kakakku sayang.
Ah, seandainya itu bisa jadi nyata. Aku tidak tahu apakah dia juga suka padaku atau tidak. Memang, sebagai seorang laki-laki, aku terlalu pengecut untuk menyatakan cinta terlebih dahulu.
Aku takut kalau dia tidak menerimaku.
Sebagai seorang laki-laki, aku tergolong orang yang sulit untuk memberi pertanda kalau aku suka padanya. Selama ini, aku hanya bisa tersenyum saat bertemu dengannya. Merasakan nikmatnya debaran di jantungku saat aku bersamanya.
Mengiriminya pesan.
Memberinya perhatian ….
Tapi, apakah itu sudah cukup untuk memberinya pertanda, kalau aku suka dengannya?


Bagaimana kalau sebuah cerpen ditulis oleh dua orang? Sulit gak sih? Bagaimana hasilnya? Baca buku ini dan lihat karya-karya mereka.

 
 
Cinta Diam
By : Danang Kurniawan & Zulzilah Arth 
SLTP N 6 SEMARANG, disinilah pertama kali aku melihatnya dalam satu kelas yang sama yaitu 1F, kira-kira tahun 1994. Dari segi prestasi memang aku bisa dibilang lumayan cerdas, buktinya meskipun aku berasal dari SD di kampung (Solo, Sukoharjo) aku bisa masuk di SLTP N 6, salah satu SLTP favorite di Semarang. Dia biasa dipanggil  Danang, dia tergolong siswa pandai, selalu mendapat peringkat pertama selama 6 tahun duduk dibangku SD. Sedikit kontras denganku, yang hanya berjuang dengan nilai rata-rata kelas saja.
Kehadirannya mampu mengusik hatiku, rambutnya yang tebal dan indah, yah..aku benar-benar terpesona dengan rambutnya yang anggun melindungi otak cerdasnya, itulah awal aku naksir dia. Inilah cinta pertamaku, muncul dibangku SLTP kelas satu. Dia suka duduk di baris kedua dari depan, mudah saja bagiku untuk memilih tempat agak lebih dibelakangnya, supaya aku bebas mencuri pandang tanpa sepengetahuannya. Aku, mulai menjadi pengagum setianya. Aku, ingin selalu bisa di dekatnya.
Sejak saat itu aku bagaikan detektif yang sedang memata-matai mangsa. Aku selalu ingin tahu apa saja yang dia kerjakan di sekolah seperti, kegiatan ekskul apa saja yang dia ikuti. Bahkan aku beranikan diri bertanya pada guru olahragaku yang terkenal killer, apalagi terhadap murid yang kurang pandai berolahraga seperti aku, demi mencari informasi ini. Segala hal tentangnya menjadi penting bagiku. Warna favoritenya, yang belakangan aku tahu ‘ungu’, warna yang kurang lazim disukai oleh cowok menurutku, hobbynya, yang ternyata membaca komik seperti adikku yang paling kecil, jadwal dia datang dan pulang sekolah sudah kuhafal. Pokoknya semua tentang dia harus kuketahui. Kenapa harus begitu? Karena aku cinta. Dan cinta itu mulai bersemi dihatiku, tanpa sepengetahuannya. Aku sudah berhasil mendapatkan nomor telepon rumahnya tapi aku tidak berani untuk menghubungi, meskipun sudah berdiri di depan telepon umum koin waktu menelpon teman-teman, giliran menekan nomor teleponnya begitu berat mengerakkan jari-jari ini, seperti mati rasa saja. Beku.
Aku benar-benar terpesona olehnya. Aku suka cara dia mengangkat tangan sebelum menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru biologiku. Entah hanya perasaanku saja atau gayanya memang elegan, ibarat sniper dia seperti sedang mengokang senapan siap menghabisi lawannya. Aku kagum cara dia menjawab pertanyaan, ekspresinya tenang dan santai namun bisa menjawab dengan benar. Aku senang memperhatikan cara dia mengerjakan soal-soal matematika dipapan tulis. Tiap maju untuk menjawab soal di papan tulis dia tidak berbekal catatan apapun seolah-olah dia terlahir untuk menjawab soal itu, dengan tangan kiri disaku celananya adalah khas gayanya yang sering membuatku tersenyum.   Aku suka cara dia mengejar bola basket, dribble, seolah-olah bola itu ibarat bagian dari tangannya, begitu lekat sehingga begitu sulit bagi lawan untuk merebutnya dan kemudian dengan mudahnya dia berhasil  memasukkan bola itu kedalam ring basket karena posturnya yang cukup tinggi, 182cm. Akibat hobby basketnya itu beberapa kali kacamata minusnya pecah kena bola atau mungkin terjatuh saat bertabrakan dengan lawan, memang meski tinggi dia termasuk kurus dibandingkan semua lawannya yang tegap dan besar.
Meskipun aku tidak suka basket, karena ada dia, aku jadi suka memperhatikan anak-anak ekskul basket karena ingin melihat dia tanding atau sekedar latihan. Aku sendiri memilih paskibra yang kebetulan jadwalnya bareng sama basket. Setiap selesai latihan paskibra kadang aku sengaja pura-pura berlama-lama dilapangan agar terus bisa melihatnya entah sekedar membetulkan tali sepatu, membereskan peralatan atau apa sajalah asal bisa memandangnya lebih lama, asal bisa di dekatnya lebih lama. Dari sinilah aku tahu kalau dia selalu pulang paling terakhir untuk berlatih sendiri. Ini moment terbaik yang selalu kutunggu, hanya ada dia, aku dan bola basket dilapangan luas menjelang sunset. Itulah kebersamaan kami.
Kuperhatikan semuanya tak luput sedikitpun dari pengawasanku. Dan hasilnya aku makin jatuh cinta saja sama dia si empunya pemilik rambut bagus, kulit putih, hidung mancung, mata sipit, bibir tebal seksi dan otaknya yang cemerlang. Mungkin ini yang  membuat dia makin banyak ‘penggemar’, makin bikin aku cemburu, makin membuatku mengubur lebih dalam cintaku. Aku sadar, aku bukan satu-satunya penikmatnya. Aku cukup tahu diri. Aku tetap diam dalam cinta dan cemburu ini. Biarlah kusimpan sendiri sambil berharap suatu saat benang waktu yang akan menterjemahkannya. Sekarang, cintaku cukuplah kubungkus dalam diam kuikat dengan pita doa. Hanya aku, Tuhan dan tinta pena dalam diaryku saja yang tahu. Aku diam dalam sadarku, aku hanyalah salah satu dari puluhan pungguk yang merindukan cahaya rembulan dari dia.
◦○◌☼◌○◦
“Mamaaah...!! Sini Mah, coba lihat...!!,” sebuah teriakan gadis muda membuyarkan kenanganku. Segera kurapikan peralatan makan yang sedang kusiapkan, masih dengan sedikit senyum. Ah..masih saja aku teringat hal itu. Bergegas aku menuju asal suara itu.
Dari sela-sela jendela depan, kulihat ada sesosok bidadari kecil. Sambil perlahan kunikmati wajahnya. Cantik. Aku tertegun di pintu rumahku, terkesiap. Bayangan cinta diam yang telah lama kubungkus itu terkuak kembali. Paras wajahnya, agak kabur, tapi aku yakin itu pasti dia. Jantungku bergetar.
“Mamah, ayo Mah. Lihat itu Mah...!,” kembali suara itu menyeruak. Semakin mengaburkan bayangnya, beralih menjadi halaman depan rumahku. Kulihat bidadari kecil itu masih berada di tempatnya. Wajahnya riang. Seriang melati di tetes hujan pertama kali. Sesekali meloncat-loncat kecil kegirangan.
Aku merasa tanganku terseret, sedikit terhuyung. Ada yang menarikku. Satu lagi bidadari menggamit tanganku. Setengah berlari menarikku. Aku berhasil menjaga keseimbanganku. Kuputuskan untuk mengikuti saja kemauannya. Pelan kuikuti kemana tarikan itu membawaku. Di belakang kudengar langkah-langkah kecil. Ternyata bidadari kecil yang pertama setengah berlari mengikutiku. Seperti memastikan agar aku tidak berusaha melarikan diri, “Apa mau dua makhluk ayu ini?,” pikirku. Mereka membawaku ke samping rumahku. Langkah kami pelan-pelan terhenti. Tanganku sudah dilepaskan, tapi aku tak hendak melangkah pergi. Entah kenapa, aku ingin tahu alasan mereka membawaku kesini. Aku penasaran, apa yang berani membuyarkan kenanganku. Kulihat mereka celingukan. Seperti ada yang hilang. Aku masih belum hendak untuk beranjak.
Sesaat kemudian semuanya gelap. Ada yang menyergapku dari belakang. Aku bisa merasakan makhluk ini jauh lebih besar dari dua bidadari itu. Sekilas kudengar tawa kecil mereka. Setengah tertahan. “Jebakan.!!” Aku benar-benar tak menyangka. Kucoba untuk berontak, tapi terlambat, satu tangannya berhasil mengunci pergerakan kedua lenganku. Akhirnya aku hanya bisa pasrah. Kini aku dipaksa mengikutinya, aku berjalan mundur, kebalikan dari datangku tadi. Aku merasa dibawa masuk ke suatu bangunan, aku tahu ini karena sengatan panas matahari tidak kurasakan lagi di kulitku. Perlahan, kurasakan tanganku mulai bisa bergerak. Lengannya mengendur. Siluet-siluet cahaya berebutan masuk ke kelopak mataku. Kukerjap-kerjapkan mataku. Dia melepaskan tangannya dari wajahku. Sekilas, kulihat ada yang menarik perhatianku di telapak tangan itu. “Cincin pernikahanku!!” Aku yakin itu. Darimana dia mendapatkannya, heranku. Kuraba jari manis tangan kananku, masih ada. Kelegaan mulai menghampiri batinku. Ditambah telah bebas dari gelap, makin meningkat keberanianku. Masih kudengar tawa bidadari-bidadari kecil itu. Awas pikirku, kalian yang menjebakku. Tapi kutahan dulu niatku. Mudah saja mengurus mereka nanti. Aku mulai memikirkan apa yang harus kuperbuat dengan sosok yang menyergapku. Kurasakan dia masih berdiri diam di belakangku. Akhirnya nekat, kupaksakan diriku untuk berbalik.
“Wajah itu...!!, bukan...ini bukan bayangan ini. Ini lebih jelas. Ini nyata..!!,” Otakku berputar, jantungku berdegup kencang. Dia harusnya tidak berada di sini. Tidak mungkin.
Perlahan dia mendekatiku sambil angkat bicara, “Selamat Ulang Tahun, Cin...,” kecupannya mendarat di keningku. Kecupan yang hangat dan berat. Kecupan yang benar-benar membawa seluruh kesadaranku kembali. Lututku melemas, semua hal ini terlalu bertubi-tubi. Tapi aku tidak terjatuh, tangan yang tadinya menyergapku, kini tangan ini yang membantuku. Perlahan mendudukkanku. Tangan itu, tangannya..!! jadi... keterkejutanku hanya dibalas senyuman olehnya. Senyumannya yang membawaku kembali ke dunia nyata. Aku yakin aku sudah membungkus cinta diam ku. Rapi, sangat rapi. Kecupan itu, senyuman itu...bukan...itu bukan cinta diamku. Itu cinta sejatiku. Kubalas senyumannya. Belum sempat kubalas kecupnya, dua bidadari kecil tadi sudah memburuku dengan kecupan di masing-masing pipiku. “Selamat Ulang Tahun Mamah...” kupandang ke kiri dan kanan. Kualihkan pandanganku kembali ke depan. Kali ini aku tahu apa yang harus kulakukan untuk membalas perbuatannya tadi. Aku juga yakin pasti dia otak dari semua kejadian ini. Dia selalu menggunakan kecerdasannya untuk mengejutkanku. Kujulurkan kedua lenganku memeluknya. Kubelai rambut hitamnya, yang selalu membuatku kagum dengan keindahannya Kukecup pipinya. Sebagai ucapan terima kasihku. Aku tahu itu belum cukup, tapi aku yakin dia cukup paham bahwa aku benar-benar bahagia.
Dia memang cinta sejatiku. Bukan cinta diamku. Ungu bukan warna favoritnya, tapi itu warna favorit kami. Aku tak perlu menghafal lagi kapan dia berangkat dan pulang, karena pasti aku yang kini mengantar dan menyongsongnya. Dia bukan orang yang aku tak punya keberanian untuk menelpon dulu, tapi dia orang yang tidak membiarkanku menelponnya. Ya, karena dia selalu mendahuluiku. Dia bukan pemain basket yang gesit, tapi dia cukup gesit untuk seringkali membuatku terkejut. Bahagia. Dia bukan cinta diamku. Cinta diamku masih terbungkus rapi. Hanya saja, pita doa itu sudah tidak berada di tempatnya lagi. Tuhan mengabulkan doaku. Menjadikanku selalu dekat dengannya, menjadikannya suamiku. Plus, mungkin sebagai bonus atas kesabaranku menunggu selama hampir sepuluh tahun, Tuhan juga memberiku dua bidadari kecil, putri-putriku. Cinta diamku, tetaplah cinta diam. Sekarang, aku sudah cukup dengan cinta sejatiku saja.
 



Cinta Hitam Putih

Alhamdulillah telah terbit buku antologiku ke - 2 **cerpennya nyusul ya, belum berhasil di download.

kalau mau pesen bukunya masih ada kok, ini cover
bukunya :)

Selasa, 02 April 2013

Lomba Blog Semi SEO

 
 
Yuk Teman-teman, ikut juga lomba blog yang satu ini ya..
Lomba blog semi SEO. Mengangkat 2 tema sebagai berikut :
 
1. Sensasi Makan dengan rendang padang "Restu Mande"
2. Rendang Masakan lezat No. 1 di Dunia


Waktu : 22 Maret - 22 April 2013 Sebelum pukul 23.59 WIB
 
Juri : Lygia Nostalina dan Bang Aswi
 
Pemenang akan diumumkan pada hari Senin, 29 April 2013
 
Hadiah :
 
1. Pemenang Utama :
a. Juara I : Rp. 1.000.000,00 dan 2 PRK
b. Juara II : Rp. 750.000,00 dan 2 PRK
c. Juara III : Rp. 500.000 dan 2 PRK
 
2. Pemenang Favorite Mendapatkan 5 PRK
Pemenang Favorite di nilai berdasarkan jumlah share tulisan terbanyak di jejaringan sosial yang di lihat pada blognya masing-masing.
 
3. Lima pemenang hiburan mendapatkan 1 PRK (untuk tulisan terbaik)
 
*) PRK = Pak Rendang Kemasan
 
 
 
 
 




Rendang Padang "Restu Mande"
 
Tanpa MSG dan tanpa pengawet apapun. Dimasak selama 10 jam nonstop dan dikemas hampa udara sehingga mampu bertahan satu tahun penuh. Siap makan tanpa perlu dimasak ulang. Cocok untuk oleh-oleh, hadiah atau bekal kemanapun
 
 
Tersedia berbagai rasa :

 1. Rendang Daging 300gr ORI Rp.67.000,00
2. Rendang Daging 300gr HOT Rp. 69.000,00
3. 300gr Rendang Ayam ORI Rp. 50.000,00
 
 
4. 300gr Rendang Ayam HOT Rp. 52.000,00


 
 
 
 
 
 

 
 
 
 
 
Sumber  : Gerai Dhanays
 
Yang berminat silahkan sms kesini ya : 085640401991